Jakarta Fashion Week 2010/2011: LPM, The Benchmark (?)

13.09 rah[ma.ut]ami 0 Comments

Hari ini saya menghadiri 1 show saja: LPM Graduates: The Style Maker. LPM Graduates di Jakarta Fashion Week 2010/2011 ini ssebetulnya merupakan kali yang pertama sejak JFW diadakan. Show ini menghadirkan kreasi 7 desainer alumni LPM dari berbagai angkatan, dari mulai yang tertua hingga yang termuda. Tersebutlah Chossy Lattu (1st winner LPM 1979), Itang Yunasz (2st winner LPM 1981), Carmanita (LPM 1987), Denny Wirawan (LPM 1993), Billi Tjong (Most Favorite n 2nd winner LPM 2005), Andreas Odang (LPM 2005), dan Eny Ming (LPM 2007).

Pemilihan para desainer ini pun tak sembarangan. Femina group, sebagai penyelenggara, mengajak sejumlah fashion editor dari majalah lain untuk jug amenentukan siapa-siapa mereka yang akan naik dalam 1 catwalk malam ini. Pihak femina group sendiri melakukan hal ini sebagai benuk keterbukaan, dan bawa untuk menekankan bahwa LPM ini memamng milik industry mode Indonesia, tak terbatas di kalangan femina group saja.

Chossy Lattu | LPM 1979

Tadinya ketika disebutkan eksplorasi tenun, saya kira akan melihat koleksi yang sama dengan BNI Cita Tenun show yang lalu. Ternyata, meski berbahan dasar sama, Chossy menggunakan benang yang berbeda dan menjadikan desaiinya yang ini tetap kuat nuansa Eropa namun dengan tekstil nusantara.




Itang Yunasz | LPM 1981



Carmanita | LPM 1987




Tentang LPM

Lomba Perancang Mode (LPM) yang diselenggarakan oleh Femina Group dapat dikatakan sebagai ajang perlombaan pertama yang bertujuan untuk menyaring bakat-bakat desainer mode di Tanah Air. Dimulai sejak tahun 1979, ajang ini kini menjadi semacam benchmark bagi perkembangan industri mode tanah air. Bagaimana tidak, Carmanita (LPM’87) mengungkapkan bahwa kurang lebih 70% dari orang-orang penting yang mewarnai indutri mode tanah air saat ini merupakan jebolan dari LPM—meski dalam perkembangannya tidak semua pakem dalam dunia desain-nya, melainkan juga merambah pada sektor pengajar, kritikus, juga pemerhati. Berarti sejak awal beridirinya, LPM kini telah menginjak usia 31 tahun, sebuah angka usia yang matang. Dengan prestasi dan kematangan yang telah terbentuk, LPM merupakan sebuah tanggung jawab sekaligus beban kalau kualitasnya merosot, ungkap Carmanita juga. Hmm, apakah sudah saatnya LPM ini kini dibuka menjadi suatu acara yang tidak secara eksklusif dari femina yah? Bukan berarti femina lepas 100% dari ini, tapi rasanya yang namanya industry mode tanah air gak fair kalau hanya dibebankan ke pihak femina saja. Ini sebetulnya merupakan tanggung jawab bersama. Any suggestion?



Denny Wirawan | LPM 1993




Well, jangan sekedar menganggap LPM hanya sebagai ajang mencari award. LPM is more than that. Bukan soal kalah menang yang diraih tapi apresiasi terhadap karya-karya desain yang terpilih. Andreas Odang (LPM 2005) mengatakan bahwa dengan mengikuti LPM memudahkan dirinya unutk lebih dikenal oleh media, dari mulai hanya sekedar ditanya ada koleksi baru atau enggak, sampai request tertentu untuk tema desain tertentu.


Billy Tjong | LPM 2005



Eny Ming | LPM 2007



Tas yang dibawa2 bisa jadi rompi
Hasil jadi salah satu nya
LPM awalnya diadakan setiap tahun, tapi mulai tahun 2000-an, perhelatan lomba mode paling akbar di Indonesia ini diselenggarakan 2 tahun sekali. Loh, kenapa? Dari pihak femina sih mengatakan yang penggantinya setiap selang waktu itu ada Lomba Perancang Aksesoris (LPA). Fair enough. But by the way, hal ini sebetulnya kalau dilihat sih memang bener juga. Dinamisasi dan perkembangan perubahan (nampaknya) akan jauh lebih beragam. Bukannya apa-apa, dari proses mikir, eksplorasi bahan, pengerjaan/eksekusi jika diberi waktu yg cukup panjang kan tentu lebih maksimal. Terutama dalam hal eksplorasi, time does matter. :)

Okay, lets enjoy the Photos, shall we?

0 comments: