Jakarta Fashion Week 2010/2011: Finding Hero

17.42 rah[ma.ut]ami 0 Comments

Sebelumnya, selamat hari pahlawan semuanya :D Jayalah bangsa Indonesia dan tanamkan pada diri kita masing-masing bahwa tiap orang memiliki benih kepahlawanan. So, daripada si topik pahlawan cumin separagraf ini aja, gimana kalau kita sambungin sekalian sama JFW? How? Simak terus aja :)

Hero (apple dictionary) is a person, typically a man, who is admired or idealized for courage, outstanding achievements, or noble qualities: a war hero. Hmm, sebenarnya saya ngerasa pengertian itu kurang tepat sih di era sekarang. Dalam pengertian saya, pahlawan adalah implementasi dari cinta akan sesuatu. Kecintaan itu dijawantahkan dalam bentuk dedikasi dan kontribusi. Poin penting dari seorang pahlawan adalah bahwa yang dia lakukan tidak serta merta memberikan hasil positif bagi dirinya saja, melainkan orang lain di sekitarnya. Dan tentunya pahlawan itu adalah spesifik, gak ada tuh namanya pahlawan dalam segala hal. Pahlawan perang kan dengan perangnya, KH Ahmad Dahlan dengan pemikiran pembaharuannya, Soekarno dengan kepemimpinannya, and so on. So, jangan ngarep jadi pahlawan jika kita belum bisa menemukan suatu kata deskriptif mengenai apa yang kita perjuangkan. Dan juga, usaha dari pahlawan ada yg sifatnya sebentar namun dampaknya sangat besar (misal mati di perang tapi jadi bisa menduduki markas musuh) atau merupakan sesuatu yang bertahap, lama, dan konsisten. Jadi apa yang saya sebutin di atas adalah syarat wajib pahlawan *kok macem syarat wajib shalat ato semacamnya yah -_-“

Terkait dengan pahlawan, pasti ada urusan sama perjuangan, atau perang. Perang itu terlalu harfiah, dan kurang relevan sama era sekarang (terlepas masih adanya beberapa bagian dunia yang sedihnya masih dalam situasi peperangan). Perjuangan kan terjadi bisa karena ada pertentangan atau ketidaksesuaian. Dan sepatutnya perjuangan adalah menuju ke tahap yang lebih baik.

Tapi percaya atau enggak, kita tiap hari menghadapi peperangan loh. Tapi bukan peperangan senjata yah. Trus perang apa? Perang yang kita hadapi tiap harinya adalah perang identitas, perang budaya, perang brand, yah, apapun nama lainnya, nangkep kan maksudnya? Perang antara budaya kita sendiri dengan neo-kolonialisme dari Barat. Budaya nasional vs budaya global (atau budaya barat)? Berhubung saya orang iklan, saya paham mengenai politik pencitraan atas produk, baik yang benar adanya maupun semata-mata semu. Tapi, ya itu. Identitas bangsa adalah perjuangan kita saat ini. Indonesia itu apa?

Terkait dengan JFW, dan pahlawan tentunya, sempat keluar istilah pahlawan fashion. Hmm, entah kenapa saya ngerasa istilahnya kurang pas. Perjuangan belah mana? Kalau disebut dengan pahlawan budaya-yang berkontribusi dalam bidang fashion, that sounds better :D Anggaplah dari JFW ini kita akan menemukan pahlawan-pahlawan budaya Indonesia, yang membrikan kontribusi dalam melestarikan dan menumbuhkan kembali identitas bangsa. Banyak yang sudah melakukan melalui karya-karya mereka: Oscar Lawalatta, Chossy Lattu, dan lain-lain. Tapi ada 1 orang, yang seperti saya sebutkan harus memiliki syarat wajib, yang nampaknya sudah bisa diberikan gelar pahlawan : Ghea Panggabean.

Ghea Panggabean, telah berkarya selama 30 tahun, era yang lama bahkan untuk industri apapun itu. Pada masa mulanya, idenya adalah sebuah gebrakan revolusioner. Dan semuanya berawal dari hanya 1 : rasa cinta terhadap fashion Indonesia. Dan dalam 30 tahun perjalannanya, pikiran ini telah menjangkiti cikal-bakal pahlawan baru untuk negeri ini. 30 tahun adalah bukti dari bentuk dedikasi dirinya, dengan karakter yang khas yaitu penggunaan kain motif tradisional dan konsisten di jalur pakaian yang wearable.

Ghea menungkapkan bahwa saat ini, untuk menjadi besar cenderung lebih mudah. Telah banyak wadah-wadah penyalur kreatifitas bagi para desainer fashion, salah satunya JFW ini. Dengan adanya wadah-wadah ini, desainer lebih mudah untuk berbira dan bergerak mengenai fahion yang digelutinya. Tapi memang untuk menemukan “sesuatu”, seseorang harus dituntut untuk melihat value lain selain value material (uang), seeing the unseen, dalam kasus ini akar budaya (karena hal inilah yang selama ini Ghea lakukan.
Lalu untuk menjadi desainer kaliber dunia? Ghea menceritakan tentang kisah Kenzo. Kenzo setelah lulus kuliah, langsung settle di Paris. Meski perjlanannya memang tidak mudah, tapi harus dari sanalah memang mulanya jika ingin dianggap dunia. Dan Ghea mengatakan, dengan umurnya yang sekarang ini, sudah sangat sulit untuk mengikuti jalan seperti yang Kenzo lakukan. Jadi katanya, jika ingn ada yang mau terbit sebagai kelas dunia, ke Paris lah. Baru dari sana ke manaa, gitu. For some reason, I half agree.

Paris, meski bukan maksudnya kalau di Paris pasti jadi beken yah, memang dijadikan parameter. Dan ibaratnya jika kita ke paris, kita adalah mendatangi target market (internasional). Bukan salah, tapi dengan era perdagangan global macam saat ini, sebetulnya ada cara yang lebih praktis namun (nampaknya) bisa efektif dan mengena ke banyak pihak. Instead of sending the designer to Paris and live there till they success, which we don’t know when it will be happened, why don’t we support a bunch of designer to have a store spot on paris and periodically visit to Paris it self. Bukannya apa-apa, kalau mereka di Paris, kan mereka pengen menginternasionalkan style dari Indonesia, tapi mereka makin jauh dari sumber bahan baku, lha makin susah. Yang jelas memang spotting disananya juga jangan sembarangan, harus disupport juga dengan promosi yang ok. Men, ini udah tinggal how you deliver the message to the world to paris. So, buatlah si Indonesia lounge itu se eskis mungkin dan seberkualitas mungkin. Dampaknya, bukan hanya nama 1-2 desainer yang terangkat, tapi juga INDONESIA sebagai sebuah ikon baru dunia mode. Bener gak? Jadi si perahu ini berawakan banyak pahlawan, gak cuman 1, jadinya more stable, more power to reach the land of fashion popularity.

So, back to Ghea, bagi beliau, Bohemian selalu menjadi inspirasi. Inilah juga yang selalu mewarnai desainnya selama 30 tahun ini. Dimulai dari 1980, saat ini, Ghea, merupakan salah satu ikon fashion Indonesia. Mengenai Ghea kids, sebetulnya produk ini telah ada sebelumnya, dan merupakan kerjasama antara Ghea dengan adiknya. Namun sepeningal adiknya nikah, lambat laun, Ghea semakin ketetran dan memutuskan untuk memvakumkan genre ini. Kini, dengan bantuan dari anak-anaknya dan segenap tim Ghea Fahion, brand ini hendak dimunculkan lagi. Soon, tahun depan. Tunggu saja, berbekal dengan pengalaman 30 tahun, segmen brand Ghea kids ini tentunya akan memiliki “sesuatu”.

Terakhir

Konsistensi mungkin merupakan kata lain dari stamina, hal yang jarang dimiliki oleh orang-orang terkecuali jika dedikasinya terhadap sesuatu. Generasi Y (generasi sekarang) terkenal akan kesulitannya settle down dan cenderng terus bergerak. Dinamis gak masalah, selama konsistensi itu dijalankan. Mari kita lihat, seberapa banyakkah desainer0desainer muda kita yang handal namun memiliki cukup stamina seperti Ghea dan menjadi pahlawan-pahlawan budaya bidang fashion lainnya. Selamat hari pahlawan!

*photo report menyusul yaps. Dihajar meeting seharian trus tau-tau udah harus ke JFW lagi *_* . Smangat laah!

0 comments: