Little inspiration from Bollywood

15.51 rah[ma.ut]ami 0 Comments

3 Idiots, My Name Is Khan, Slum Dog millionaire

3 film terakhir ini muncul dalam kurun waktu 2 tahun belakangan dan berhasil menjebol persepsi orang-orang mengenai Bollywood. Sejak Kuch kuch Hota Hai yang dirilis pada tahun pada tahun 1998, belum ada film Bollywood lagi yang berhasil menggebrak dunia perfilman dunia sebegitu antusiasnya hingga ketiga film diatas muncul. Tetap dengan khas India dengan tari-tarian dan ke-lebay-an nya, 3 Idiots, My Name Is Khan, Slum Dog millionaire telah berhasil dikemas dalam bentuk penceritaan yang apik, sinematografi yang indah, dan penggarapan yang luar buasa. Applause.

Slumdog Millionaire

Sempat muncul sebuah sentiment, dimana film India yang memang akan menembus pasar India hanyalah film-film India yang digarap oleh orang-orang Hollywood (meski berlatar belakang cerita, setting, dan actor India). Pemikiran seperti ini sempat ada kala kemunculan Slum Dog Millionaire (2008) dan disutradarai oleh Danny Boyle dan Loveleen Tandan (co-director: India). Film ini memang digarap oleh orang India dan orang Barat. Selain cerita yang sangat kuat dengan latar belakang sangat modern, film ini betul-betul memanjakan mata dengan keindahan sinematografinya dimana setiap frame dari film adalah 1 foto human interest bagi saya.
My Name is Khan

Tapi pikiran itu runtuh dengan datangnya 2 film selanjutnya : My Name Is Khan dan 3 Idiots. My Name Is Khan dan 3 Idiots merupakan 2 film yang murni digarap India. My Name is Khan diangkat dari Aspergers in love: couple relationships and family affairs karangan Maxine C. Aston, sedangkan 3 Idiots diangkat dari novel Five Point Someone karangan Chetan Bagat. Meski My Name is Khan datang dengan kombinasi antara Shakhrukh Khan dengan Kajol dalam naungan sutradara yang sama dengan Kuch kuch Hota hai, Karan Johar, genre-nya sama sekali berbeda. Kombinasi ini tetap mampu menghadirkan cerita luar biasa dengan karakter yang luar biasa pula.

3 Idiots

Begitu pula 3 Idiots yang merupakan garapan Rajkumar Hirani. Meski dibawa dengan gaya yang cukup pop (jarang-jarang kan kita melihat ada film india yang didalamnya orang bermain gitar sendirian dan bernyuanyi) dan kehidupan seputar mahasiswa, film ini sungguh sangat inspiratif danluar biasa. Karakter masing-masing yang kuat sangat tergambarkan disini.

Baik 3 Idiots maupun My Name Is Khan memainkan emosi penonton dengan apik. Lucu yang tak terelakan an tangis yang tak dapat di bending semua terjadi. Karakter inida yag khas dengan tarian, nyanyian, dan ke-lebay-an cerita masih sanagt terasa, tapi dari sanalah kit amerasakan bahawa ini memang india, ini memang Bollywood. Apapun ceritanya, dimanapun settingnya, we know, they are Indian. Dan itu pulalah kekuatan mereka, sebuah karakter, sebuah identitas dalam film-film mereka. All hail to 3 Idiots, My Name Is Khan, Slum Dog millionaire :D

Bicara mengenai identitas, tentu kita jadi berpikir tentang kiblat film dunia: Hollywood. Meski begitu saya berpendapat, film yang diproduksi tiap Negara somehow memiliki cirri khasnya masing masing. Dunia barat, Hollywood dalam hal ini, bagi saya sangat khas akan aksi laganya, kemunculan presiden dalam berbagai kesempatan, dan sex. Timur (cina) beda lagi. Ke khasan dari hal crafting laganya tentu berbeda. Meski saya belum dapat mendefenisikan perbedaan dari film prancis (karena saya bukan segitunya oengamat film dibandungkan teman-teman saya) tapi saya selalu merasa berbeda ketika menontn film-film perancis. Bukan sekedar dari bahasa yang berbeda, tapi entah konten, entah cerita, entah sesuatu di dalamnya. Lalu dimana khas Indonesia? *Nah loo….

Saya sendiri sejauh ini belum dapat men-trace karakter yang khas dari film Indonesia. Semua berkiblat ke barat. “lho, tapi di Barat gada kuntilanak dan pocong lho.” Yah, mungkin itu salah satu kahs Indonesia dengan masih eksisnya cerita horror di kalangan masyarakat, tapi penggarapannya? Barat sekali. Kissing, ML-ing, dugem-ing, mafia-ing. Uh it is so not Indonesia.

Yang saya lihat film yang sangat Indonesia adalah datang dari insan-insan perfilman indie. Lalu bagaimana perfilman (besar) Indonesia akan maju ke kancah internasional, sementara setiap film yang maju membawa khas dan identitas atas asal mereka, dimana kit ahanya erlihat meniru apa yang bagi kita barat menjadi kiblatnya. Mana film yang Indonesia? Memakai batikah, film tentang kehidupan tradisional kah? Bukan itu! Tapi karakter intrinsic yang dapat kit arasakan dan layar sinema mengatakan, inilah film Indonesia yang layak masuk dalam jajaran dunia.

0 comments: